Bukan Cinta Biasa (1)

By Abu Haidar at 10 Agustus, 2009, 9:46 pm
Ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla harus dibangun di atas landasan cinta, bahkan cinta adalah hakikat dari ibadah itu sendiri, sebab bila kita ibadah tanpa cinta maka ibadah kita ibarat kulit yang tidak memiliki ruh. Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Majmu’ Fatawanya juz 1/95 menyatakan bahwa penggerak hati dalam ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla ada tiga, yaitu: rasa cinta, rasa takut, dan harapan.
Dan penggerak yang paling kuat di antara ketiga hal itu adalah cinta. Rasa takut akan membuat manusia berusaha agar tidak menyimpang dari jalan-Nya, rasa cinta akan menyebabkan dia berjalan menuju yang dicintainya, sedangkan harapan yang akan menuntunnya. Ibadah tidak akan sah tanpa ketiganya.

Bagian Cinta
Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullah cinta ada dua bagian.
Pertama, cinta ibadah
yaitu merasa rendah diri/hina dan mengagungkan. Hati manusia harus menghadirkan sikap mengagungkan terhadap yang dicintai serta memuliakan. Sehingga ia melaksanakan perintah yang dicintai dan menjauhi larangannya. Cinta jenis ini khusus ditujukan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Barangsiapa yang mencintai makhluk seperti kecintaan kepada Allah maka dia telah berbuat musyrik dengan kemusyrikan yang besar. Para ulama mengungkapkan cinta jenis ini dengan ungkapan cinta khusus atau bukan cinta biasa.
Kedua, cinta yang bukan ibadah. Terdiri dari:
Cinta karena Allah ‘Azza wa Jalla. Yaitu mencintai apa-apa yang dicintai Allah ‘Azza wa Jalla baik berupa manusia, seperti para nabi, para rasul, para shiddiqin, para syuhada, dan para shalihin, serta mencintai sesama muslim. Atau berupa amal perbuatan, seperti shalat, zakat, dan amal kebaikan lainnya. Atau berupa waktu, seperti bulan Ramadhan dan sepuluh hari terakhir di bulan itu, serta yang lainnya. Atau berupa tempat, seperti masjid, ka’bah, gunung Uhud, dan yang semisalnya. Mencintai semua itu berarti mencintai karena Allah ‘Azza wa Jalla. Dan cinta jenis ini termasuk cabang dari cinta kepada Allah ‘Azza wa Jalla, bahkan termasuk penyempurnaan tauhid serta tali iman yang paling kuat. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Tali Allah yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.” (HR. Bukhari).
Cinta kasih sayang, seperti mencintai anak kecil, orang miskin, orang sakit, anak yatim, dan sejenisnya.
Cinta memuliakan dan menghormati yang tidak berupa ibadah, seperti seseorang yang mencintai orang tuanya, guru atau orang dewasa ahli kebaikan.
Cinta thabi’i (naluri), seperti mencintai makanan, minuman, pakaian, kendaraan, dan tempat tinggal yang nyaman. Mencakup juga cinta kepada istri, anak, harta, dan jabatan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah ditanya, “Siapakah manusia yang paling engkau cintai?” Beliau menjawab, “Aisyah!” Ditanya lagi, “Kalau dari kalangan laki-laki?” Beliau menjawab, “Bapaknya!” Maksudnya adalah Abu Bakar. (HR. Bukhari dari Amr bin Ash).

Comments

Popular Posts